Jawa Barat Hapus PR Sekolah: Transformasi Pendidikan Menuju Pembelajaran Bermakna

Jawa Barat Hapus PR Sekolah: Transformasi Pendidikan

Jawa Barat Hapus PR Sekolah: Transformasi Pendidikan Menuju Pembelajaran Bermakna – Pemerintah Provinsi Jawa Barat resmi menghapus pemberian pekerjaan rumah (PR) tertulis bagi siswa di seluruh jenjang pendidikan bonus new member menengah. Kebijakan ini di umumkan melalui Surat Edaran Gubernur Nomor 81/PK.03/DISDIK tentang Optimalisasi Pembelajaran, dan mulai berlaku pada tahun ajaran 2025/2026. Langkah ini menjadi tonggak penting dalam reformasi pendidikan di Indonesia, khususnya dalam menciptakan sistem pembelajaran yang lebih manusiawi, kontekstual, dan berorientasi pada pengembangan karakter.

Baca Juga : Aturan dan Jadwal SPMB 2025: Panduan Terperinci untuk Calon Peserta Didik

Latar Belakang Kebijakan: Pendidikan yang Menyentuh Kehidupan

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa pendidikan seharusnya tidak hanya berfokus pada aspek akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter dan pengalaman hidup siswa. Ia menyebut bahwa PR dalam bentuk tugas tertulis sering kali menjadi beban tambahan yang mengganggu keseimbangan waktu anak antara belajar, bermain, dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

Kebijakan ini lahir dari semangat untuk menciptakan generasi Pancawaluya—yakni generasi yang sehat secara fisik (cageur), baik hati (bageur), jujur (bener), cerdas (pinter), dan tangguh (singer). Dengan menghapus PR tertulis, pemerintah ingin mendorong siswa untuk belajar secara lebih reflektif dan aplikatif.

Ruang Lingkup dan Implementasi

Surat edaran ini berlaku untuk seluruh satuan pendidikan jenjang SMA, SMK, dan SLB di Jawa Barat. Inti dari kebijakan ini adalah:

  • Seluruh tugas tertulis dari setiap mata pelajaran harus di selesaikan di sekolah selama jam efektif.
  • Guru tidak di perkenankan memberikan PR dalam bentuk tugas tertulis untuk di kerjakan di rumah.
  • Penugasan akademik di fokuskan untuk siswa yang belum mencapai kompetensi minimal, dan pelaksanaannya di lakukan melalui pembelajaran remedial di sekolah.

Kepala sekolah dan guru diminta untuk menyosialisasikan kebijakan ini kepada seluruh warga sekolah dan memastikan pelaksanaannya berjalan sesuai arahan.

Tugas Pengganti: Belajar dari Kehidupan Sehari-hari

Penghapusan PR bukan berarti siswa bebas tanpa tanggung jawab di luar sekolah. Sebaliknya, mereka di arahkan untuk melakukan kegiatan yang lebih bermakna dan kontekstual. Beberapa contoh tugas pengganti yang di anjurkan antara lain:

  • Membantu orang tua di rumah, seperti mencuci piring, menyapu, memasak, atau menyetrika.
  • Mengembangkan minat dan bakat, seperti menulis puisi, melukis, bermain musik, atau membuat kerajinan tangan.
  • Berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan keagamaan, seperti mengikuti pengajian, kegiatan gereja, atau kerja bakti lingkungan.
  • Melakukan eksplorasi ilmiah sederhana, seperti menghitung rumpun padi di sawah, mengamati siklus air, atau membuat eksperimen kecil di rumah.
  • Membentuk kelompok belajar tematik, misalnya kelompok bermain berbahasa Inggris atau klub literasi.

Kegiatan-kegiatan ini di nilai sebagai bentuk pekerjaan rumah yang lebih aplikatif dan relevan dengan kehidupan nyata siswa.

Tujuan Utama: Pendidikan Holistik dan Kontekstual

Kebijakan ini bertujuan untuk:

  • Mengurangi tekanan mental dan emosional siswa akibat beban akademik berlebih.
  • Mendorong siswa untuk belajar melalui pengalaman langsung dan interaksi sosial.
  • Meningkatkan kualitas waktu bersama keluarga dan lingkungan sekitar.
  • Membangun karakter dan kemandirian siswa melalui kegiatan produktif di luar sekolah.

Dengan pendekatan ini, pendidikan tidak lagi dipandang sebagai beban, melainkan sebagai proses pembentukan pribadi yang utuh.

Tanggapan Publik: Pro dan Kontra

Seperti kebijakan progresif lainnya, penghapusan PR di Jawa Barat menuai beragam respons. Sebagian besar orang tua dan siswa menyambut baik langkah ini karena memberikan ruang lebih luas bagi anak untuk berkembang secara alami. Namun, ada pula pihak yang mengkhawatirkan penurunan kualitas akademik karena siswa tidak lagi mengulang materi di rumah.

Beberapa warganet menyuarakan kekhawatiran bahwa tanpa PR, siswa akan kehilangan kesempatan untuk melatih disiplin dan tanggung jawab. Namun, pemerintah menegaskan bahwa kegiatan pengganti justru dirancang untuk menumbuhkan nilai-nilai tersebut secara lebih kontekstual dan menyenangkan.

Peran Guru dan Sekolah: Kunci Keberhasilan

Keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada peran aktif guru dan kepala sekolah. Mereka dituntut untuk:

  • Mendesain pembelajaran yang efektif dan tuntas di dalam kelas.
  • Memberikan penugasan yang bersifat eksploratif dan reflektif.
  • Mendampingi siswa dalam mengembangkan minat dan bakatnya.
  • Melakukan evaluasi berbasis proses, bukan hanya hasil akhir.

Selain itu, sekolah juga diharapkan menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua agar kegiatan pengganti PR dapat terpantau dan terintegrasi dengan kehidupan keluarga.

Potensi Dampak Jangka Panjang

Jika diterapkan secara konsisten dan menyeluruh, kebijakan ini berpotensi membawa dampak positif jangka panjang, antara lain:

  • Meningkatkan kualitas hidup siswa secara menyeluruh.
  • Mendorong terciptanya budaya belajar yang lebih sehat dan menyenangkan.
  • Mengurangi kesenjangan pendidikan antara siswa dari latar belakang ekonomi berbeda.
  • Meningkatkan partisipasi orang tua dalam proses pendidikan anak.

Jawa Barat menjadi provinsi pertama di Indonesia yang secara resmi menghapus PR tertulis sebagai bagian dari kebijakan pendidikan formal. Langkah ini bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk mengevaluasi kembali sistem pembelajaran yang selama ini diterapkan.

Penutup: Pendidikan yang Membumi dan Membebaskan

Penghapusan PR di Jawa Barat bukan sekadar kebijakan administratif, melainkan sebuah pernyataan sikap bahwa pendidikan harus menyentuh kehidupan nyata. Dengan mengalihkan fokus dari tugas tertulis ke kegiatan reflektif dan eksploratif, siswa diajak untuk belajar dari pengalaman, berinteraksi dengan lingkungan, dan menemukan makna dalam setiap aktivitasnya.